PENGERTIAN DAN MANFAAT
KETERAMPILAN BERBAHASA
Dalam
berkomunikasi kita menggunakan keterampilan berbahasa yang telah kita
miliki,meskipun setiap orang memiliki tingkatan atau kualitas yang berbeda.
Orang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal setiap tujuan
komunikasinya dapat dengan mudah tercapai. Sedangkan bagi orang yang memiliki
tingkatan keterampilan berbahasa yang sangat lemah,sehingga bukan tujauannya
yang tercapai tetapi kemungkinan terjadi kesalah pahaman yang hanya akan membuat
suasana mejadi tidak diharapkan.
Keterampilan berbahasa sangat
kompleks dan luas. Bila kita cermati lebih jauh hampir setiap bidang kehidupan
manusia tidak pernah luput dari aspek kebahasaan. Memang, dalam hubungannya
dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, setiap bidang kehidupan tidak
pernah lepas dari peranan bahasa ini. Bahasa harus komunikatif. Ini berarti
mudah dipahami oleh pemakai bahasa sebagai pemberi dan penerima pesan. Penyajian materi ini dilatarbelakangi oleh suatu
kenyataan bahwa keterampilan berbahasa sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam kajian akademik dan referensi-referensi ilmiah lainnya, untuk memudahkan
pengkajiannya maka ruang lingkupnya dikelompokkan ke dalam empat aspek, yakni:
·
Keterampilan menyimak
·
keterampilan berbicara
·
keterampilan menulis
·
keterampilan membaca
Mari perhatikan kehidupan masyarakat. Anggota-anggota masyarakat
saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Komunikasi dapat berupa komunikasi
satu arah, dua arah, dan multi arah. Komunikasi satu arah terjadi ketika
seseorang mengirim pesan kepada orang lain, sedangkan penerima pesan tidak
menanggapi isi pesan tersebut. Misalnya, khotbah jumat dan berita di TV atau
radio. Komunikasi dua arah terjadi ketika
pemberi pesan dan penerima pesan
saling menanggapi isi pesan. Komunikasi multi arah terjadi ketika pemberi pesan
dan penerima pesan yang jumlahnya lebih dari dua orang saling menanggapi isi
pesan (Abd. Gofur, 1: 2009)
Dalam kegiatan
komunikasi, pengirim pesan aktif mengirim pesan yang diformulasikan dalam
lambang-lambang berupa bunyi atau tulisan. Proses ini disebut dengan encoding.
Selanjutnya si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang tersebut
menjadi bermakna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses ini
disebut dengan decoding.
|
Lisan
|
Tulisan
|
Reseptif
|
Menyimak
|
Membaca
|
Produktif
|
Berbicara
|
Menulis
|
·
Aspek Keterampilan
Berbahasa bersifat Reseptif ( menerima ) :
a. Menyimak
b. Membaca
· Aspek Keterampilan Berbahasa bersifat Produktif (
menghasilkan ) :
a. Berbicara
b.
Menulis
1. KETERAMPILAN MENYIMAK
Keterampilan menyimak merupakan kegiatan yang paling awal
dilakukan oleh manusia bila dilihat dari proses pemerolehan bahasa. Dalam
kehidupan sehari- hari, kegiatan menyimak ini menyita hampir 45% waktu
berkomunikasi kita. Hal ini pernah dikemukakan oleh Rankin ( 1929) dalam survey
yang dilakukan mengenai penggunaan waktu untuk ke empat keterampilan berbahasa
terhadap 68 orang dari berbagai pekerjaan dan jabatan. Selama kira- kira 2
bulan, ke 68 orang tersebut diamati setiap 15 menit dari hari jaganya.
Hasil menunjukkan:
1. Menulis 9 %
2. Membaca 16 %
3. Berbicara 30%
4. Menyimak 45%
Secara berturut-turut pemerolehan keterampilan berbahasa itu pada umumnya
dimulai dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Kegiatan menyimak
diawali dengan mendengarkan, dan pada akhirnya memahami apa yang disimak. Untuk
memahami isi bahan simakan diperlukan suatu proses berikut; mendengarkan,
mengidentifikasi, menginterpretasi atau menafsirkan, memahami, menilai, dan
yang terakhir menanggapi apa yang disimak. mendengarkan yaitu masuknya informasi atau ujaran ke telinga,
lalu tahap memahami yaitu kemudian masuk ke otak informasi tersebut dipahami
makna secara sempit, lalu tahap menginterpretasi yaitu menafsirkan ujaran
secara keseluruhan, dilanjutkan dengan tahap mengevaluasi yaitu menilai
informasi tersebut berdasarkan benar atau salah, dan terakhir tahap menanggapi
yaitu respon berupa reaksi seperti ucapan selamat dan lain-lain. Contohnya
ketika orang mendengar seseorang yang mengatakan bahwa sanak keluarganya telah
meninggal karena terkena musibah banjir bandang, maka orang yang mendengarkan
akan mengerti makna dari ucapan-ucapannya dan maksudnya, lalu akan timbul rasa
simpati sehingga dia mengucapkan “aku turut berduka cita atas peristiwa
tersebut”
Oleh karena itu menyimak
dapat diartikan proses besar
mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi, dan interpretasi untuk mendapatkan informasi, memahami isi pesan dan
memahami ujaran yang disampaikan oleh sang pembicara. Proses pembelajaran dalam menyimak sendiri memerlukan perhatian
yang serius, banyak orang mendefinisikan jika menyimak hampir sama artinya
dengan mendengar. Namun pada kenyataannya kegiatan tersebut, sangatlah jauh
berbeda. Menurut pendapat Tarigan ( 1994 : 27 ) , “ Pada kegiatan mendengar
mungkin si pendengar tidak memahami apa yang didengar. Pada kegiatan
mendengarkan sudah ada unsur kesengajaan, tetapi belum diikuti unsur pemahaman
karena itu belum menjadi tujuan. Dari definisi Tarigan di atas saja, sudah
terlihat bahwa tingkat konsentrasi tinggi seseorang sangatlah dibutuhkan dalam
proses menyimak.
suasana menyimak
·
bersifat defensive
(bertahan) yaitu bertahan dari ujaran-ujaran sang pembicara, yaitu:
a. evaluatif: ujaran pembicara yang memancing penilaian dari penyimak,
contoh”saya akan menunjukan kepada anda, apakah anda orang yang pintar atau
tidak, orang yang sudah mengerti atau belum, orang yang cukup cerdas atau
tidak”
b. mengawasi: ujaran yang membuat si penyimak mengontrol benar atau tidaknya
ujaran yang disampaikan. Contohnya, teman-teman saya ini adalah orang yang
cerdas, berpengalaman luas, baik hati, jujur, tidak mementingkan kepentingan
pribadi, dan mempunyai jiwa kpemimpinan yang tinggi, sehingga sepantasnya anda
memilih saya menjadi ketua BEM di universitas ini, karena saya akan beriusaha
dan pasti bisa memajukan universitas ini”
c. strategis: ujaran pembicara yang membuat pendengar memasang
kuda-kuda/pertahanan/siasat yang strategis. Contoh: saudara-saudara sudah lama
saya memikirkan bagaimana caranya agar saudara-saudara semua dapat mengatasi
musibah ini dengan cara yang saya lakukan. Sudah tidak ada keraguan lagi
cara yang saya lakukan. Oleh sebab itu ikutilah cara yang saya lakukan ini, agar
saudara mendapat manfaat dan keuntungan terhindar dari musibah banjir lagi,
jangan ragu dan sangsi lagi, yakinlah untuk mengikuti cara saya.
d. Superior: ujaran pembicara mencerminkan rasa tinggi hati, merasa lebih
unggul dari orang lain dalam segala hal. Contoh: kamu harus tau, harus sadar,
bahwa kamu tidak ada apa-apanya disbanding aku. Lihat saja akuorang kaya banyak
harta sedangkan kamu miskin tidak punya apa-apa, aku selalu berpakaian mahal
dan keren sedangkan baju kamu murah dan jelek, lihat wajahmu yang
jelek itu sedangkan wajah saya ganteng luar biasa, terus aku selalu
dihormati dan disegani orang sedangkan kamu hina sekali. Apakah kamu tidak
sadar akan itu semua? Kau dan aku ini bagai langit dan bumi.
e. Netral: ujaran pembicara bersifat netral, tidak memihak golongan atau pihak
tertentu. Contoh: saudara-saudara saya tidak pernah memperhatikan msalah
mereka, karena bagi saya masalah saya sendiri saja sudah cukup jadi tidak perlu
lah mengurusi masalah orang lain.
f. Pasti dan tentu: ujaran pembicara membuat penyimak harus memilih salah
satu alas an yang tepat atau pasti. Contoh: kamu harus berikan jawabannya
sekarang dengan tegas dan jelas! Kamu pilih akau atau dia? Cepat jawab!
·
Bersifat
suportif: mendukung atau menunjang
a. Deskripsi: ujaran pembicara mendeskripsikan lebih banyak & menginginkan
pendengar mengetahui lebih banyak. Contoh: tolong sampaikan kepada saya,
kemajuan-kemajuan apalagi yang sudah dicapai sekolah ini: dalam bidang prstasi
ekskulnya, prestasi belajarnya, sarana-prasarananya, dan bidang ketenagaannya.
Saya yakin anda dapat memberikan data-data tersebut, karena anda lebih tahu
mengenai hal itu.
b. Orientasi: ujaran pembicara berorientasi terhadap suatau permasalahan &
meminta pendengar untuk mengungkapkannya. Contoh: tadi telah saya kemukakan
tentang berbagai kemajuan sekolah ini. Sekarang tolong katakana kepada saya
menurut anda masalah apa saja yang ada baik dalam bidang prestasi ekskul,
prestasi belajar, sarana-prasarana, dan bidang ketenagaan. Siapa tau msalah itu
bisa dipecahkan bersama, dan yang tidak akan saya usahakan penjelsannya.
c. Spontanitas: ujaran pembicara bersifat spontanitas/langsung. Hal ini membuat
penyimak mudah menangkap isi pembicaraan. Saudara-saudara dewan guru tadi telah
saya kemukakan mengenai kesejahteraan guru. Sekarang apa yang dapat kita
lakukan mengenai kesejahteraan itu, khususnya mengenai kenaikan gaji,
pengurangan jam mengajar sesuai kondisi dan keadaan serta maslah
pemutusan/perpanjangan kontrak! Mari kita pikirkan bersama hal ini. Karena
tanpa dewan guru yang sejahtera mustahil sekolah ini bisa maju.
d. Empati: ujaran pembicara mencerminkan ketegasan terhadap sesuatu hal.
Contoh: kita tidak mau dihina, dicaci, serta dimaki tanpa alasan yang benar.
Kita pasti marah karena ini benar-benar penghinaan besar, dianggap rendah tak
bisa apa-apa! Sungguh keji perbuatan mereka itu bukan? Kta tidak mau
diperlakukan seperti ini, karena kita makhluk Tuhan yang punya kedudukan sama
di hadapanNya.
e. Ekualitas atau kesetaraan: ujaran pembicara mencerminkan persamaan hak antar
sesama. Contoh: saudara-saudara mari kita pikirkan bersama, apa yang dapat kita
lakukan untuk meningkatkan mutu kwalitas pendidikan di sekolah kita ini.
f. Profesionalisme: ujaran pembicara mencerminkan rasa ketepaan dan kejelasan
suatu hal. Contoh: melihat kemunduran prestasi belajarnya, maka cara yang
terbaik adalah dengan memberikannya gratis bayaran sekolah! Masalah prestasinya
jangan kawatir lagi, semester berikutnya pasti belajar dan prestasinya akan
kembali meningkat.
Menyimak memiliki
jenis-jenis sebagai berikut:
Pengklarifikasian
menyimak berdasarkan:
a. Sumber suara
b. Cara penyimak bahan yang disimak
c. Tujuan menyimak
d. Taraf aktivitas penyimak
Berdasarkan sumber suara yang disimak, penyimak dibagi menjadi dua bagian
yaitu:
1) Intrapersonal listening atau menyimak intrapribadi
2) Interpersonal listening atau penyimak antar pribadi
Berdasarkan pada cara penyimakan bahan yang disimak, dapat
diklarifikasikan sebagai berikut:
1) Menyimak ekstensif (extensive listening)
Menyimak ekstensif ialah kegiatan menyimak tidak
memerlukan perhatian, ketentuan, dan
ketelitian sehingga penyimak hanya memahami seluruh secara garis
besarnya saja.
Menyimak ekstensif meliputi
a) Menyimak sosial
b) Menyimak sekunder
c) Menyimak estetik
2) Menyimak Intensif
Menyimak intensif adalah kegiatan menyimak dengan penuh
perhatian, ketentuan dan ketelitian sehingga penyimak
memahami secara mendalam.
Menyimak intensif meliputi:
a) Menyimak kritis
b) Menyimak introgatif
c) Menyimak penyelidikan
d) Menyimak kreatif
e) Menyimak konsentratif
f) Menyimak selektif
Tujuan menyimak
berdasarkan Tidyman & butterfield membedakan menyimak menjadi:
a) Menyimak sederhana
b) Menyimak diskriminatif
c) Menyimak santai
d) Menyimak informatif
e) Menyimak literatur
f) Menyimak kritis
Berdasarkan pada titik
pandang aktivitas penyimak dapat diklarifikasikan:
a) Kegiatan menyimak bertarap rendah
b) Kegiatan menyimak bertaraf tinggi
Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Menyimak
1. Unsur Pembicara
Pembicara haruslah menguasai materi, penuh percaya
diri, berbicara sistematis dan kontak dengan penyimak
juga harus bergaya menarik / bervariasi
2. Unsur Materi
Unsur yang diberikan haruslah actual, bermanfaat,
sistematis dan seimbang
3. Unsur Penyimak/Siswa
a. Kondisi siswa dalam keadaan baik
b. Siswa harus berkonsentrasi
c. Adanya minat siswa dalam menyimak
d. Penyimak harus berpengalaman luas
4. Unsur Situasi
a. Waktu penyimakan
b. Saran unsur pendukung
c. Suasana lingkungan
Gangguan-gangguan
menyimak:
1) dari dalam: berupa fikiran-fikiran
dari si penyimak sendiri, Keegosentrisan, Keengganan ikut terlibat, Ketakutan
akan perubahan, Keinginan menghindari pertanyaan, Puas terhadap penampilan
eksternal, Pertimbangan yang premature, Kebingungan semantik.
2) dari luar: karena hujan, berisik, suara
mobil, dll. Cara pencegahannya adlah konsentrasilah pada ujaran-ujaran sang
pembicara agar butir-butir pesan dapat ditangkap, dicerna, dan dipahami.
Tujuan atau fungsi menyimak:
a. Untuk belajar, contoh saat belajar di kelas, seminar, kuliah, dll
b. Untuk menikmati keindahan audial, contoh mendengarkan lagu di aradio, suara
burung, suara qori, dll
c. Untuk mengevaluasi, contoh dipersidangan, diskusi, dll
d. Untuk mengapresiasi, yaitu menyimak agar dia dapat menikmati serta
menghargai apa-apa yang disimaknya itu. contoh setelah membaca novel timbul
rasa suka pada penulisnya, pembacaan puisi, cerita, musik dan lagu.
e. Untuk mengkomunikasikan ide-ide, contoh diskusi
f. Untuk membedakan bunyi-bunyi dgn tepat, contoh saat mengajar membaca
Al-quran
g. Untuk memecahkan masalah, contoh berbicara dengan psikolog, guru agama.
h. Untuk meyakinkan, untuk meyakinkan diri sendiri.
Menyimak tidak hanya pada ujaran
tetapi juga pada gerakan, penglihatan, dan perasaan juga termasuk menyimak.
Menyimak ini yaitu dengan mencari petunjuk-petunjuk non verbal seperti gaya,
mimic, gerak-gerik, dan gerakan pembicara merupakan bagain yang vital dari
pesannya. Bersiap-siap pada tanda non verbal ini akan mambantu memahami
bagaimana gagsan itu terasa bagi pembicara. Akan membatu juga menilai ketulusan
hari, kejujuran, pendirian, dan integritas umum pembicara yang mungkin saja
mempunyai kepentingan khusus dalam menyimak kritis. Contohnya dalam debat, atau
dipersidangan.
2. KETERAMPILAN MEMBACA
Membaca adalah proses pemahaman terhadap lambang-lambang tulisan yang diungkapkan penulis melalui sebuah bacaan. Membaca merupakan
salah satu kegiatan untuk mendapatkan informasi. Pada umumnya membaca
bertujuan memahami isi wacana atau bacaan. Pada awalnya membaca merupakan
proses sensoris. Isyarat dan rangsangan aktivitas membaca masuk melalui indra
penglihatan, atau rabaan tangan untuk tunanetra. Penglihatan adalah alat untuk
menyerap informasi tulis dan meneruskannya ke otak. Kemudian otak mengolah
informasi tersebut. Oleh karena itu, betapa pun cerdas dan siapnya seseorang,
tatkala ada gangguan pada kedua inderanya itu, dia akan kesulitan untuk
mengenali tulisan dan memahami maknanya. Kemampuan sensoris ini merupakan
prasarat awal untuk dapat mendeteksi huruf atau rangkaian huruf, tanda baca,
dan berbagai lambang tulis lainnya.
Lambang tulis itu memberikan rangsangan kepada pembaca untuk
menanggapinya dengan makna yang berada di balik symbol-simbol tulis tersebut.
Namun demikian, pemaknaan itu tidak semata-mata diperoleh dari lambing itu.
Pembaca memaknai lambang tulis itu ketika melakukan aktivitas baca berdasarkan
pengetahuannya tentang bahasa tulis, latar belakang budaya, kematangan dan
kepribadiannya. Oleh karena itu tidak heran jika proses dan hasil baca tulisan
dapat berbeda satu sama lain. Sebenarnya kegiatan membaca ini biasa juga
disebut sebagai tindakan aktif karena pembaca aktif membangun makna, menerima,
menolak, membandingkan, dan meyakini isi informasi dalam tulisan.
Hakikat Membaca
Ada sebuah pepatah lama yang mengatakan, “Buku adalah Gudang
Ilmu”. Untuk mengakses atau memasuki gudang ilmu itu kita memerlukan sebuah
kunci. Membaca inilah yang merupakan kunci untuk membuka gudang ilmu
pengetahuan yang akan kita serap.
Seorang filsuf dari Cina Lin Yut ‘Ang mengatakan bahwa seorang
yang tidak memiliki kebiasaan membaca ia akan terpenjara dari segi ruang dan
waktu. Ia hanya akan mengetahui apa yang ada di sekitar dirinya. Dan
orang tersebut juga tidak akan mampu mengakses informasi-informasi masa silam
serta prediksi-prediksi masa depan.
Sebaliknya orang yang memiliki kebiasaan membaca akan dapat
berkomunikasi dengan pemikir-pemikir besar dunia, yang bahkan berasal
dari dimensi waktu dan ruang yang jauh berbeda. Dengan membaca kita bisa
menggaul-akrabi pemikiran-pemikiran Socrates, Aristoteles, Albert Kasmus, dan
bahkan Plato.
Hakekat kegiatan membaca adalah pemahaman. Teknik apapun yang
dianjurkan oleh para pakar linguis, pada akhirnya kita sebagai pelaku kegiatan
membaca dituntut untuk bisa memahami isi bacaan yang kita baca. Membaca tanpa
pemahaman adalah sia-sia.
Membaca ada dua
tingkatan:
a. Membaca
Tingkat Dasar
Kemampuan menyuarakan
lambing-lambang tulisan yang disampaikan penulisnya.
b. Membaca
Tingkat Lanjut
Kemampuan memahami
lambing-lambang tulisan yang diungkapkan penulisnya melalui sebuah bacaan.
Jenis-jenis membaca ini
antara lain:
Ditinjau dari terdengar
atau tidaknya suara sewaktu membaca, makna proses membaca dapat dibagi sebagai
berikut:
1. Membaca
nyaring
Membaca nyaring adalah
cara membaca dengan bersuara atau cara membaca
yang dilakukan dengan lisan.
2. Membaca
dalam hati (silent reading)
Membaca dalam hati
adalah cara membaca yang dilakukan dengan tidak dikeraskan,
yang hanya menggunakan kegiatan visual.
Pada saat membaca dalam
hati, perlu diperhatikan:
1. Mata kita
gunakan untuk melihat dan menyapu halaman-halaman
bacaan dengan cepat.
2. Ingatan
berperan sebagai penyimpanan dan penyaring isi bacaan yang kita tangkap lewat
mata.
Berdasarkan tujuannya,
membaca diklasifikasikan sebagai berikut:
- Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif
merupakan cara membaca yang dilakukan terhadap sebanyak-banyaknya teks dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya.
Tujuan membaca ekstensif
adalah
a. Untuk memperoleh
pemahaman umum, atau
b. Untuk menemukan
hal tertentu dari suatu teks.
Secara umum membaca
ekstensif dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
a. Mensurvey
halaman judul, kata pengantar, daftar isi, dan indeks.
b. Men-skim halaman
demi halaman teks dengan cepat Untuk menemukan gagasan pokok dari
halaman-halaman teks itu atau
c. Melirik
setiap halaman teks hanya untuk menemukan kata atau keterangan tertentu yang
diinginkan.
- Membaca Intensif
Membaca intensif
merupakan cara membaca yang dilakukan secara seksama terhadap rincian-rincian
suatu teks atau bacaan.
Berdasarkan tingkat
kecepatannya, membaca terbagi ke dalam beberapa jenis.
- Membaca reguler
Membaca reguler adalah
cara membaca dengan kecepatan relatif lambat. Cara ini dilakukan dengan membaca
baris demi baris.
- Membaca sekilas
Membaca sekilas
dilakukan melihat secara sekilas bagian-bagian teks, terutama judul, daftar
isi, kata pengantar, atau hal-hal umum lainnya.
- Membaca cepat (skimming)
Membaca cepat dilakukan
dengan lebih cepat. Pandangan mata langsung meluncur, menyapu halaman-halaman
teks. Teknik ini digunakan ketika membaca surat kabar dengan tujuan untuk,
a. Mencari angka-angka
statistik.
b. Melihat acara
siaran televisi, dan
c. Melihat daftar
perjalanan kereta api
Di samping itu, cara
membaca ini tepat juga digunakan ketika: a) mencari nomor telepon, b) mencari
kata pada kamus, c) mencari arti pada indeks
- Membaca kecepatan tinggi (warp speed)
Adalah cara membaca
suatu teks dengan kecepatan tinggi dengan disertai pemahaman yang tinggi pula.
Untuk mengukur kecepatan
membaca, seorang pembaca harus mencocokkan tabel berikut ini.
Waktu
|
Kecepatan Membaca (Kata/Menit)
|
1 menit 00 detik
1 menit 10 detik
1 menit 20 detik
1 menit 30 detik
1 menit 40 detik
2 menit 00 detik
2 menit 10 detik
2 menit 20 detik
2 menit 30 detik
2 menit 40 detik
2 menit 50 detik
3 menit 00 detik
3 menit 10 detik
3 menit 20 detik
3 menit 30 detik
3 menit 40 detik
3 menit 50 detik
4 menit 00 detik
|
589
505
442
382
321
295
272
252
236
221
208
196
186
177
168
161
153
147
|
Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Membaca
1. Kadang kita terjebak dalam penilaian diri sendiri saat membaca.
Rasanya memahami yang Anda baca, tetapi ketika harus mengungkapkan kembali
ternyata masih banyak yang belum paham dan bahkan terlupakan.
2. Sebenarnya beberapa wancana tidaklah terlalu sukar. Karenanya,
waktu tempuh baca Anda seharusnya tidak terlalu lama.
3. Kalau Anda membaca tanpa tujuan, biasanya perhatian terhadap
bacaan kurang terfokus. Keadaan ini membuat kita kesulitan menangkap
ide-ide penting bacaan.
4. Kalau Anda membaca teks, huruf demi huruf, kata demi kata, atau
kalimat demi kalimat, ditambah lagi sewaktu membaca mulut Anda bersuara atau
bergumam, bibir bergerak-gerak, atau kepala bergerak ke kiri dan ke kanan, maka
kemungkinan Anda akan menghabiskan banyak waktu dalam menyelesaikan bacaan.
Dengan demikian Anda dapat dikategorikan sebagai pembaca yang lambat.
5. Kesulitan lain dapat muncul dalam hal konsentrasi, membaca balik
bagian-bagian yang semestinya sudah dibaca, sukar menangkap gagasan utama,
kesulitan mengingat bagian-bagian penting yang telah dibaca, dan sebagainya
Keterampilan berbicara
adalah kemampuan mengekspresikan pikiran atau ide melalui lambang-lambang
bunyi. Seorang pembicara yang handal dan terlatih mampu memilih kata-kata yang
efektif, dan gaya yang tepat sehingga mudah dipahami dan bahkan dapat
memukau pendengarnya.
Seorang ahli pidato
(orator) tentulah contoh dari pembicara yang handal. Presiden kita yang
pertama, Bapak Soekarno merupakan contoh pembicara (orator) yang handal. Melalui
pilihan kata-katanya, gaya bicaranya, alunan olah vokalnya, sehingga mampu
memukau pendengarnya untuk tetap menantinya sampai ucapan kata-kata
terakhirnya.
Lain halnya bila yang
kita dengar dari pembicara yang miskin gaya bahasa, pilihan katanya yang
monoton, kurang wawasan, dan tidak focus, tentulah pendengar cenderung bosan
untuk mengapresiasi pembicaraannya.
Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya.
Pembicara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang
baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan
yang disampaikan.
Manusia adalah mahluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia
bila ia hidup dalam lingkungan manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara
dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat mewujudkan bermacam aneka
bentuk. Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat pula dalam bentuk lain
seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya.
Setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil
menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap
informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan
informasi-informasi yang diterimanya.
Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan
yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga,
dialog selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara
anak-anak itu sendiri.
Di luar lingkungan keluarga juga terjadi pembicaraan antara
tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman
perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di
pertemuan-pertemuan, bahkan terkadang terjadi adu argumentasi dalam suatu
forum. Semua situasi tersebut menuntut agar kita mampu terampil berbicara.
Berbicara berperan penting dalam pendidikan keluarga. Tata krama
dalam pergaulan diajarkan secara lisan. Adat kebiasaan, norma-norma yang
berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal ini berlaku dalam
masyarakat tradisional maupun masyarakat modern.
Macam-Macam Kegiatan
Berbicara Di Depan Umum
Berdasarkan lingkup
situasinya ada dua macam kegiatan berbicara di depan umum, yakni:
a. Lingkup Resmi: adalah lingkup
Dinas yang memiliki kelayakan dan formalitas tertentu. Dalam lingkup ini ada
aturan tertentu yang relative lebih ketat, misalnya pakaian, situasi, tema,
kosa kata, dan gaya berbicara dikemas dalam lingkup resmi.
Contoh: Berpidato.
b. Lingkup NonResmi: adalah lingkup di mana
kegiatan berbicara lebih banyak kelonggarannya. Situasinya lebih familier,
bahasanya bebas, pakaiannya tidak diatur, demikian pula format
dan gaya pembicaraannya.
Contoh: Ceramah
Cakupan Berbicara
Berdasarkan kegiatan komunikasi lisan, cakupan kegiatan berbicara
sangat luas. Daerah cakupan itu membentang dari komunikasi lisan yang bersifat
informal sampai kegiatan komunikasi lisan yang bersifat formal. Semua kegiatan
komunikasi lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar termasuk daerah
cakupan berbicara.
Daerah cakupan berbicara
meliputi kegiatan komunikasi lisan sebagai berikut,
(1) berceramah,
(2) berdebat,
(3) bercakap-cakap,
(4) berkhotbah,
(5) bertelepon,
(6) bercerita,
(7) berpidato,
(8) bertukar pikiran,
(9) bertanya,
(10) bermain peran,
(11) berwawancara,
(12) berdiskusi,
(13) berkampanye,
(14) menyampaikan sambutan, selamat, pesan,
(15) melaporkan,
(16) menanggapi,
(17) menyanggah pendapat,
(18) menolak permintaan, tawaran, ajakan,
(19) menjawab pertanyan,
(20) menyatakan sikap,
(21) menginformasikan,
(22) membahas,
(23) melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan),
(24) menguraikan cara membuat sesuatu,
(25) menawarkan sesuatu,
(26) meminta maaf,
(27) memberi petunjuk,
(28) memperkenalkan diri,
(29) menyapa,
(30) mengajak,
(31) mengundang,
(32) memperingatkan,
(33) mengoreksi,
(34) tanya-jawab.
Hal-Hal Yang Harus
Diperhatikan Oleh Pembicara
Baik penceramah maupun
orator (ahli pidato), yang ingin sukses dalam kegiatan berbicara harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Internal:
٭ Vokal : 1. tidak
monoton,
2.
jelas bervariasi,
3. sesuai dengan karakter materi.
٭ Penampilan : 1.
menarik simpati pendengar,
2.
membina kontak mata dengan pendengar,
3.
mimiek, ekspresi yang tidak berlebihan,
4.
gerakan anggota tubuh yang sesuai.
٭ Materi : 1.
menguasai materi,
2. sesuai dengan tingkat pendengar,
3.
penyampaian harus sistematis,
4. disertai dengan contoh yang “segar”
b. Eksternal:
٭ Menganalisa
Pendengar:
1. Usia pendengar,
2. Tingkat pendidikan pendengar,
3. Gender (kalau perlu),
4. Latar Budaya.
5. Jumlah pendengar
٭ Situasi pembicaraan:
1. Formal atau nonformal,
2. waktu: pagi, siang, sore, malam.
3. Tempat, in door, out door.
Langkah-Langkah Yang
Harus Dipersiapkan Oleh Pembicara:
Sebelum kegiatan
berbicara di depan umum dilaksanakan, ada beberapa pedoman yang harus
dipertimbangkan:
1. Tentukan tema pembicaraan,
Tema harus menarik,
membangkitkan rasa ingin tahu, original, kekinian/ tidak usang.
2. Mencari dan mempersiapkan materi / literature pemandu untuk
menambah bobot pembicaraan. Jangan pernah membicarakan hal-hal yang Anda
sendiri tidak memahaminya, karena Anda akan terlihat ‘bodoh’ dan kurang
wawasan.
3. Siapkan draf dan kisi-kisi pembicaraan secara sistematis. Ini
akan mencerminkan pola pikir Anda yang teratur.
4. Susun naskah pembicaraan yang lengkap.
5. Latihanlah dengan cara membaca dan berimprovisasi secara
berulang-ulang.
6. Mintalah masukan/ pendapat dari teman tentang latihan penampilan
Anda.
7. Anda siap menjadi pembicara yang
‘handal’.
4.
KETERAMPILAN MENULIS
Kalau kita berbicara masalah sejarah dan pentingnya sebuah
tulisan, tentunya kita sepakat bahwa sampai sekarang belum ditemukan secara
pasti kapan sebuah tulisan itu ditemukan. Akan tetapi, apabila kita
membicarakan masalah pentingnya sebuah tulisan, tentunya kita bisa menjawab
sebagai bahan referensi, bahan dokumentasi, sumber ilmu, dan masih banyak lagi.
Al-Quran pun masih tetap terjaga keaslihannya sampai saat ini karena adanya
tulisan.
Sejarah suatu bangsa,
sejarah manusia, sejarah sebuah ilmu pengetahuan, dapat diketahui karena adanya
tulisan, meskipun pada saat itu bentuk dan media tulisan tidak secanggih saat
ini. Kita bisa menemukan sejarah suatu bangsa dari tulisan-tulisan pada
bebatuan, kulit kayu, maupun daun lontar. Misteri sejarah Mesir Kuno pun
terkuak ketika pada tahun 1799, seorang serdadu Perancis menemukan sebuah batu
bertulis di dusun Roseta tidak jauh dari muara Sungai Nil.
Menulis merupakan sebuah kegiatan menuangkan
pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis.
Menulis merupakan kegiatan untuk menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk
tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca dengan berfungsi sebagai
alat komunikasi secara tidak langsung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
menulis merupakan kegiatan seseorang untuk menyampaikan gagasan kepada pembaca
dalam bahasa tulis agar bisa dipahami oleh pembaca. Seorang penulis harus memperhatikan
kemampuan dan kebutuhan pembacanya.
Kegiatan
menulis sangat penting dalam pendidikan karena dapat membantu siswa berlatih
berpikir, mengungkapkan gagasan, dan memecahkan masalah. Menulis adalah suatu
bentuk berpikir, yang juga merupakan alat untuk membuat orang lain (pembaca)
berpikir. Dengan menulis, seseorang siswa mampu mengkonstruk berbagai ilmu atau
pengetahuan yang dimiliki dalam sebuah tulisan, baik dalam bentuk esai,
artikel, laporan ilmiah, cerpen, puisi, dan sebagainya.
Seorang
penulis tidak saja harus menguasai prinsip-prinsip menulis, berwawasan dan
berpengetahuan luas (memadai), menguasai kaidah-kaidah bahasa, terampil
menyusun kalimat dalam sebuah paragraf, tetapi juga harus mengetahui
prinsip-prinsip berpikir. Penulis harus memiliki berbagai informasi tentang apa
yang akan ditulis. Informasi tersebut dapat diperoleh dari membaca dan
mendengarkan dari berbagai sumber dan media informasi. Tidak ada seorang
penulis pun yang malas membaca.
pada sekitar tahun 845
M, para pemikir muslim telah banyak menghasilkan sebuah tulisan karena
kegilaannya membaca. Ambil saja contoh Ar-Razi sebagai peletak dasar ilmu kimia
yang telah menghasilkan lebih dari 220 judul buku. Begitu juga Ibnu Tamiyah
yang tidak mau sedikit pun waktunya hilang hanya karena harus buang air besar.
Beliau meminta muridnya untuk membacakan sebuah buku dengan suara nyaring
ketika beliau berlama-lama di kamar kecil. Melalui kegetolannya dalam membaca,
beliau berhasil menulis buku berjudul Al-Aqidah A-Wa’sithyiyyah.
Keterampilan menulis adalah kemampuan mengekspresikan pikiran melalui
lambang-lambang tulisan. Keterampilan menulis ini termasuk ke dalam jenis keterampilan aktif, karena penulis aktif
mengolah pesan (informasi) yang ingin disampaikan kepada pembaca.
keterampilan ini relative lebih sulit karena melibatkan olah pikir,
pilihan kata, susunan bahasa, gaya kepenulisan sehingga tidak terjadi “mis
komunikasi” antara penulis dan pembacanya.
Dalam pelajaran Bahasa Indonesia,
ada perbedaan yang mendasar antara menulis dengan mengarang:
a. Menulis: mengekspresikan pikiran
melalui media tulisan dan bersifat ilmiah.
b. Mengarang: mengekspresikan pikiran
melalui media tulisan dan bersifat fiktif imajinatif.
Tujuan Menulis
Kalau Anda ingin menjadi
seorang penulis, Anda tidak boleh egois. Anda tidak boleh hanya berpikir
,siapa saya ? Misalnya, mentang-mentang penulisnya seorang doktor, dia
banyak menggunakan istilah-istilah asing dalam tulisannya. Dia juga
senang menggunakan kalimat-kalimat kompleks agar terkesan rumit. Padahal,
dia sedang menulis tentang sebuah topik yang diperuntukkan pembaca pada tingkat
anak-anak. Tentunya, tulisan yang dihasilkan akan sulit dimengerti oleh
pembacanya. Ingat, seorang penulis setidak-tidaknya memperhatikan tiga hal
dalam tulisannya, yaitu: (1) unsur informatif, (2) unsur pendidikan, dan
(3) unsur hiburan. Dengan memperhatikan ketiga hal tersebut diharapkan sebuah
tulisan dapat digemari oleh pembacanya.
Sebuah tulisan yang baik harus
disesuaikan dengan berbagai situasi. Situasi yang dimaksud meliputi:
a. tujuan menulis (perubahan yang diharapkan terjadi pada diri pembaca);
b. keadaan dan tingkat kemampuan pembaca (kelompok usia,
terpelajar/tidak terpelajar, pebisnis atau bukan);
c. keadaan yang terlibat dalam penulisan (waktu, tempat, kejadian atau
peristiwa, masalah yang memerlukan pemecahan, dan
sebagainya.
Tujuan menulis itu
bermacam-macam bergantung pada ragam tulisan. Secara umum, tujuan
menulis dapat dikategorikan sebagai berikut.
a. Memberitahukan atau menjelaskan
Tulisan
yang bertujuan memberitahukan atau menjelaskan sesuatu biasa disebut dengan
karangan eksposisi. Karangan eksposisi adalah karangan yang berusaha untuk
menjelaskan sesuatu kepada pembaca dengan menunjukkan berbagai bukti-bukti
konkret dengan tujuan untuk menambah pengetahuan pembaca. Pembaca yang belum
mengenal pesawat tempur F 16 akan memahami tentang jenis pesawat ini setelah
membaca karangan dengan judul Kecanggihan Pesawat F 16. Contoh lain karangan
eksposisi, misalnya Proses Pembuatan Tempe, Peran Pelajar di era Global, dan
Fungsi Teknologi Informasi bagi Siswa.
b. Meyakinkan atau mendesak
Pernahkah
Anda mendengar kalimat dalam sebuah diskusi kelas ‘Apa argumen Saudara?’ Arti
argumen tersebut adalah alasan untuk meyakinkan seseorang. Alasan tersebut bisa
berupa uraian, angka-angka, tabel, grafik, dan contoh-contoh. Dengan demikian
tujuan tulisan ini adalah meyakinkan pembaca bahwa apa yang disampaikan penulis
benar sehingga penulis berharap pembaca mau mengikuti pendapat penulis. Contoh
karangan ini yang bisa siswa buat misalnya Jadilah Siswa Sukses, Beralihlah ke
Quantum Learning, dan sebagainya.
c. Menceritakan Sesuatu
Tulisan
yang bertujuan untuk menceritakan suatu kejadian kepada pembaca disebut dengan
karangan narasi. Karangan narasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
narasi ekspositoris (nyata) dan narasi sugestif (fiksi). Narasi
ekspositoris misalnya sejarah, biografi, dan otobiografi, sedangkan narasi
sugestif misalnya cerpen, novel, dan legenda. Contoh karangan narasi
ekspositoris misalnya Peperangan Pangeran Diponegoro, Kisah Sukses Seorang
Habibie, Sejarah Berdirinya SMA X, sedangkan narasi sugestif misalnya Robohnya
Surau Kami, Legenda Suroboyo, dan Si Malin Kundang.
d. Mempengaruhi Pembaca
Mungkin
Anda pernah membaca janji-janji yang disampaikan oleh juru kampanye pada surat
kabar atau majalah. Atau mungkin, Anda pernah membaca sebuah iklan dalam surat
kabar atau majalah. Apa yang disampaikan juru kampanye dan pemasang iklan itu
bertujaun untuk mempengaruhi atau membujuk pembaca agar pembaca mengikuti
kehendak penulis dengan menampilkan bukti-bukti yang sifatnya emosi (tidak
nyata). Kalimat-kalimat Pakailah Dove, maka kulit Anda akan putih dalam tiga
minggu; atau Selalulah menggunakan pensil 2 B karena dengan pensil 2 B Anda
pasti lulus UN merupakan kalimat yang ingin mempengaruhi pembaca. Kalimat
tersebut bersifat persuasif sehingga disebut dengan karangan persuasi.
e. Mengambarkan Sesuatu
Penulis
karangan deskripsi tak ubahnya seorang pelukis. Yang membedakan keduanya adalah
media yang digunakan, yaitu pena dan kanvas. Penulis karangan deskripsi
bertujuan agar pembaca seolah-olah ikut merasa, melihat, meraba, dan menikmati
objek yang dilukiskan penulis. Seseorang bisa seolah-olah melihat dan merasakan
eloknya sebuah kantor pos setelah dia membaca karangan deskripsi dengan judul
Keelokan Kantor Pos di Chicago. Perhatikan contoh karangan deskripsi berikut!
Kamar
tidurku tidaklah begitu luas. Ukurannya hanya 3 x 4 meter. Pintu kamarku berada
di depan ruang keluarga. Kalau Anda masuk, sebelah kiri pintu tampaklah meja
belajar. Di dalamnya terdapat sebuah ranjang berukir yang terbuat dari besi
dengan kasur yang ditutupi seprai berwarna merah jambu. Sebelah kanan
tempat tidur tampak sebuah lemari pakaian.
Dalam
kenyataannya, pengungkapan suatu tujuan dalam sebuah tulisan tidak dapat secara
ketat, melainkan sering bersinggungan dengan tujuan-tujuan yang lain. Akan
tetapi, biasanya dapat diusahakan ada satu tujuan yang dominan dalam sebuah
tulisan yang memberi nama keseluruhan tulisan atau karangan tersebut.
Ditinjau
dari sudut kepentingan pengarang, menulis memiliki beberapa tujuan, yaitu
sebagai berikut.
a. tujuan penugasan
Pada
umumnya para pelajar menulis sebuah karangan dengan tujuan untuk memenuhi tugas
yang diberikan oleh guru atau sebuah lembaga. Bentuk tulisan ini biasanya
berupa makalah, laporan, ataupun karangan bebas.
b. tujuan estetis
Para
sastrawan pada umumnya menulis dengan tujuan untuk menciptakan sebuah keindahan
dalam sebuah puisi, cerpen, maupun novel. Untuk itu, penulis pada umumnya
memperhatikan benar pilihan kata atau diksi serta penggunaan gaya bahasa.
Kemampuan penulis dalam mempermainkan kata sangat dibutuhkan dalam tulisan yang
memiliki tujuan estetis.
c. tujuan penerangan
Surat
kabar maupun majalah merupakan salah satu media yang berisi tulisan dengan
tujuan penerangan. Tujuan utama penulis membuat tulisan adalah untuk memberi
informasi kepada pembaca.
d. tujuan pernyataan diri
Anda
mungkin pernah membuat surat pernyataan untuk tidak melakukan pelanggaran lagi,
atau mungkin menulis surat perjanjian. Apabila itu benar, berarti Anda menulis
dengan tujuan untuk menegaskan tentang apa yang telah diperbuat. Bentuk tulisan
ini misalnya surat perjanjian maupun surat pernyataan.
e. tujuan kreatif
Menulis
sebenarnya selalu berhubungan dengan proses kreatif, terutama dalam menulis
karya sastra, baik itu berbentuk puisi maupun prosa. Anda harus menggunakan
daya imajinasi secara maksimal ketika mengembangkan tulisan, mulai dalam
mengembangkan penokohan, melukiskan setting, maupun yang lain.
f. tujuan Konsumtif
Ada
kalanya sebuah tulisan diselesaikan untuk dijual dan dikonsumsi oleh para
pembaca. Penulis lebih mementingkan kepuasan pada diri pembaca. Penulis lebih
berorientasi pada bisnis. Salah satu bentuk tulisan ini adalah novel-novel
populer karya Fredy atau Mira W., atau yang lainnya.
Bagaimana Tulisan yang Baik?
Pada
prinsipnya, setiap penulis mengharapkan agar pembaca memberikan respons yang
baik terhadap karyanya. Oleh sebab itu, mau tidak mau, penulis harus berusaha
agar mampu menyajikan tulisannya dengan menarik dan mudah dipahami dengan
harapan buku yang ditulis laku keras di pasaran atau bestseller. Untuk
menjadikan buku yang kita tulis menjadi buku yang bestseller tentunya tidaklah
mudah. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Adapun ciri-ciri tulisan yang baik adalah sebagai berikut.
a. Tulisan merupakan hasil rakitan dari berbagai bahan atau pengetahuan yang
dimiliki oleh penulis. Tulisan bukan hanya sekadar
tempelan-tempelan bahan yang diperoleh penulis dari
berbagai literatur atau bahan bacaan. Apabila ini terjadi, penulis bukan
sebagai perakit, tetapi hanyalah sebagai pemulung. Buku
yang hanya terkesan sebagai tempelan bahan bukan
merupakan tulisan yang baik. Tulisan tidak lancar dan seakan-akan terpotong-potong
mengakibatkan ketidakutuhan sebuah tulisan.
b. Mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis dengan jelas dan tidak
samar-samar, memanfaatkan struktur kalimat dengan
tepat, dan memberi contoh-contoh yang diperlukan
sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis. Dengan
demikian, pembaca tidak perlu bersusah-susah memahami
makna yang tersurat dan tersirat dalam sebuah tulisan.
c. Mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis secara meyakinkan, menarik
minat pembaca terhadap pokok pembicaraan, serta
mendemontrasikan suatu pengertian yang masuk akal.
Dalam hal ini haruslah dihindari penyusunan kata-kata dan pengulangan
hal-hal yang tidak perlu. Setiap kata haruslah
menunjang pengertian yang sesuai dengan yang diinginkan
oleh penulis.
d. Mencerminkan kemampuan penulis untuk mengkritisi masalah tulisannya yang
pertama serta memperbaikinya. Seorang penulis hendaknya
bersedia dan mampu merevisi naskah pertamanya.
e. Mencerminkan kebanggaan penulis terhadap naskah yang dihasilkan. Penulis
harus mampu mempergunakan ejaan dan tanda baca secara
saksama, memeriksa makna kata dan hubungan
ketatabahasaan dalam kalimat-kalimat sebelum menyajikan kepada para
pembaca. Penulis yang baik menyadari benar-benar bahwa hal-hal kecil
seperti itu dapat memberi akibat yang kurang baik
terhadap karyanya.
Secara singkat,
ciri-ciri tulisan yang baik sebagai berikut.
a. Jujur
:
Jangan mencoba untuk memalsukan gagasan atau sebuah ide karena Anda
kurang memiliki pengetahuan yang cukup terhadap apa yang akan Anda tulis.
b. Jelas
:
Jangan membingungkan para pembaca
dengan kalimat - kalimat
kompleks
dan penjelasan yang bertele-tele.
c. Singkat :
Jangan memboroskan waktu para pembaca
dengan penjelasan -
penjelasan
yang dirasa tidak perlu.
d. tidak monoton : Jangan menggunakan kalimat yang berpola sama. Panjang
kalimat yang
bervariasi
dapat menghin dari kebosanan pada diri pembaca.
HUBUNGAN ANTAR KEEMPAT
KETERAMPILAN BERBAHASA
1. Hubungan
Menyimak dengan Berbicara
Menyimak dan
berbicara merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung. Menyimak bersifat
reseptif, sedangkan berbicara bersifat produktif. Misalnya, komunikasi yang
terjadi antar teman, antara pembeli dan penjual atau dalam suatu diskusi di
kelas. Dalam hal ini A berbicara dan B mendengarkan. Setelah itu giliran B yang
berbicara dan A mendengarkan. Namun ada pula dalam suatu konteks bahwa
komunikasi itu terjadi dalam situasi noninteraktif, yaitu satu pihak saja yang
berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan. Misalnya Khotbah di masjid, dimana
pemceramah menyampaikan ceramahnya, sedangkan yang lainnya hanya mendengarkan.
2. Hubungan
Menyimak dan Membaca
Menyimak dan
membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif.
Menyimak berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam lisan, sedangkan membaca
merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Penyimak maupun pembaca malakukan
aktivitas pengidentifikasian terhadap unsure-unsur bahasa yang berupa suara
(menyimak), maupun berupa tulisan (membaca) yang selanjutnya diikuti diikuti
dengan proses decoding guna memperoleh pesan yang berupa konsep, ide, atau
informasi.
Prof. Dr. Henry Guntur
Tarigan (1994:2) menuliskan hubungan penting antara Menyimak dan membaca antara
lain:
1. Pengajaran serta
petunjuk-petunjuk dalam membaca diberikan oleh sang guru melalui bahasa lisan.
2. menyimak
merupakan cara atau mode utama bagi pelajaran lisan (verbalized learning)selama
tahun-tahun permulaan di sekolah.
3. kosa kata atau
perbendaharaan kata menyimak yang sangat terbatas mempunyai kaitan dengan
kesukaran-kesukaran dalam belajar membaca secara baik.
4. menyimak turut
membantu sang anak untuk menangkap ide utama yang diajukan oleh pembicara; bagi
pelajar yang lebih tinggi kelasnya, membaca lebih unggul daripada menyimak
sesuatu yang mendadak dan pemahaman informasi yang terperinci.
Membaca
tanpa menyimak apa yang dibaca. Itulah yang kebanyakan yang dilakukan oleh
orang. Pernah membaca paragraf yang sama sampai tiga kali diulang? Atau sudah
selesai di paragraf terakhir tanpa tahu apa yang baru saja kita baca? Itulah
yang disebut dengan membaca tanpa menyimak. Ini sama saja dengan mengendarai
mobil berkilo-kilo meter tanpa ingat bagaimana kita mencapai jarak sejauh itu.
Hal seperti itu sudah cukup biasa terjadi pada banyak orang.
Suatu studi dilakukan ilmuwan asal University of Pittsburgh dan
University of British Columbia untuk mempelajari kebiasaan buruk tersebut.
Mereka melakukan serangkaian eksperimen terhadap sejumlah pembaca. Pembaca
dengan kebiasaan kurang menyimak diketahui cenderung memiliki hasil buruk saat
mengikuti tes komprehensif. Mereka dalam kondisi yang disebut dengan
"zooning out" atau keluar dari zona yang seharusnya diperhatikan.
Faktor penyebabnya cukup banyak, salah satunya adalah kemajemukan teks atau
tugas.
Hasil studi ini menginspirasi ilmuwan untuk melakukan riset lebih
jauh mengapa "zooning out" terjadi dan bagaimana menghentikannya.
Masalah ketidakseriusan membaca ini selintas terdengar sepele sekali.
Dan akibatnya cukup fatal. Ada banyak keputusan yang dibuat salah sebagai imbas
dari aktivitas membaca yang tidak diikuti menyimak konten bacaan dengan baik.
Bayangkan kalau Anda seorang presiden dan membaca keputusan hukum tanpa
menyimak saksama. Atau seorang dosen mengajarkan hal salah ke mahasiswanya
hanya karena membaca tanpa menyimak dengan baik.
Kebiasaan membaca tanpa menyimak dengan baik banyak dilakukan
orang.
Mata kita selalu membaca kata per kata, tapi pikiran kita kadang
melayang entah kemana. Ada yang merasa lapar, haus, lelah, sehingga berpikir
banyak hal dilakukan nanti.
3. Hubungan
Membaca dan Menulis
Membaca dan
menulis merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Menulis adalah kegiatan
berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca adalah kegiatan yang
bersifat reseptif. Seorang penulis menyampaikan gagasan, perasaan, atau
informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya seorang pembaca mencoba memahami
gagsan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut.
Membaca
adalah suatu proses kegiatan yang ditempuh oleh pembaca yang mengarah pada
tujuan melalui tahap-tahap tertentu (Burns, 1985). Proses tersebut berupa
penyandian kembali dan penafsiran sandi. Kegiatan dimulai dari mengenali huruf,
kata, ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana, serta menghubungkannya dengan bunyi
dan maknanya (Anderson, 1986). Lebih dari itu, pembaca menghubungkannya dengan
kemungkinan maksud penulis berdasarkan pengalamannya (Ulit, 1995). Sejalan
dengan hal tersebut, Kridalaksana (1993) menyatakan bahwa membaca adalah
keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambing-lambang
grafis dan perubahannya menjadi bicara bermakna dalam bentuk pemahaman
diam-diam atau pengujaran keras-keras. Kegiatan membaca dapat bersuara nyaring
dan dapat pula tidak bersuara (dalam hati).
Menulis
adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan
suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca
lambing-lambang grafis tersebut (Bryne, 1983). Lebih lanjut Bryne menyatakan
bahwa mengarang pada hakikatnya bukan sekedar menulis symbol-simbol grafis
sehingga berbentuk kata, dan kata-kata tersusun menjadi kalimat menurut
peraturan tertentu, akan tetapi mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke
dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap,
dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca.
Secara
singkat dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan karang-mengarang, pengarang
menggunakan bahasa tulis untuk menyatakan isi hati dan buah pikirannya secara
menarik kepada pembaca. Oleh karena itu, di samping harus menguasai topik dan
permasalahannya yang akan ditulis, penulis dituntut menguasai komponen (1)
grafologi, (2) struktur, (3) kosakata, dan (4) kelancaran.
Aktivitas menulis mengikuti alur proses yang terdiri atas beberapa tahap. Mckey
mengemukakan tujuh tahap yaitu (1) pemilihan dan pembatasan masalah, (2)
pengumpulan bahan, (3) penyusunan bahan, (4) pembuatan kerangka karangan, (5)
penulisan naskah awal, (6) revisi, dan (7) penulisan naskah akhir.
Secara padat, proses penulisan terdiri atas lima tahap yaitu; (1) pramenulis,
(2) menulis, (3) merevisi, (4) mengedit, dan (5) mempublikasikan.
1. Pramenulis
Pramenulis merupakan tahap persiapan. Pada tahap ini seorang penulis melakukan
berbagai kegiatan, misalnya menemukan ide/gagasan, menentukan judul karangan,
menentukan tujuan, memilih bentuk atau jenis tulisan, membuat kerangka dan
mengumpulkan bahan-bahan.
Ide tulisan dapat bersumber dari pengalaman, observasi, bahan bacaan, dan
imajinasi. Oleh karena itu, pada tahap pramenulis diperlukan stimulus untuk
merangsang munculnya respon yang berupa idea tau gagasan. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui berbagai aktivitas, misalnya membaca buku, surat kabar,
majalah, dan lain-lain.
Penentuan tujuan menulis erat kaitannya dengan pemilihan bentuk karangan.
Karangan yang bertujuan menjelaskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan
eksposisi; karangan yang bertujuan membuktikan, meyakinkan, dan membujuk dapat
disusun dalam bentuk argumentasi dan persuasi. Karangan yang bertujuan
melukiskan sesuatu dapat ditulis dalam bentuk karangan deskripsi. Di samping
seorang penulis dapat memilih bentuk prosa, puisi, atau drama untuk
mengkomunikasikan gagasannya.
2. Menulis
Tahap menulis dimulai dari menjabarkan ide-ide ke dalam bentuk tulisan. Ide-ide
dituangkan dalam bentuk satu karangan yang utuh. Pada tahap ini diperlukan
berbagai pengetahuan kebahasaan dan teknik penulisan. Pengetahuan kebahasaan
digunakan untuk pemilihan kata, penentuan gaya bahasa, dan pembentukan kalimat.
Sedangkan teknik penulisan diterapkan dalam penyusunan paragraf sampai dengan
penyusunan karangan secara utuh.
3. Merevisi
Pada tahap merivisi dilakukan koreksi terhadap keseluruhan paragraf dalam
tulisan. Koreksi harus dilakukan terhadap berbagai aspek, misalnya struktur
karangan dan kebahasaan. Struktur karangan meliputi penataan ide pokok dan ide
penjelas serta sistematika penalarannya. Sementara itu aspek kebahasaan
meliputi pemilihan kata, struktur bahasa, ejaan dan tanda baca.
4. Mengedit
Apabila karangan sudah dianggap sempurna, penulis tinggal melaksanakan tahap
pengeditan. Dalam pengeditan ini diperlukan format baku yang akan menjadi
acuan, misalnya ukuran kertas, bentuk tulisan, dan pengaturan spasi. Proses
pengeditan dapat diperluas dan disempurnakan dengan penyediaan gambar atau
ilustrasi. Hal itu dimaksudkan agar tulisan itu menarik dan lebih mudah
dipahami.
5. Mempublikasikan
Mempublikasikan mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama, berarti
menyampaikan karangan kepada public dalam bentuk cetakan, sedangkan pengertian
yang kedua disampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat
dilakukan dengan pementasan, penceritaan, peragaan, dan sebagainya.
Gaya Tulisan Berasal
dari Membaca
Riset
dengan jelas menunjukkan bahwa kita belajar menulis lewat membaca. Untuk lebih
tepatnya, kita memperoleh gaya tulisan, bahasa khusus penulisan, dengan
membaca. Kita sudah melihat banyak bukti yang menegaskan hal ini: Anak-anak
yang berpartisipasi dalam program membaca-bebas, menulis dengan lebih baik dan
mereka yang melaporkan bahwa semakin banyak mereka membaca semakin baik
tulisannya
Ada
alasan lain untuk memperkirakan bahwa gaya penulisan berasal dari membaca.
"Argumen kompleksitas" berlaku pula untuk penulisan: Semua cara di
mana bahasa tertulis "resmi" berbeda dengan bahasa yang lebih
informal terlalu rumit untuk dipelajari satu per satu. Bahkan walau pembaca mengenali
tulisan yang baik, para peneliti tidak berhasil menjabarkan secara lengkap
tentang apa persisnya yang membuat tulisan yang "bagus" itu bagus.
Oleh karena itu, masuk akal untuk mengatakan gaya penulisan tidak dipelajari
secara sadar, melainkan umumnya diserap, atau secara tidak sadar diperoleh,
lewat membaca.
Hunting
(1967) memaparkan riset untuk disertasi (tidak dipublikasikan) yang menunjukkan
bahwa kuantitas tulisan tidak berkaitan dengan kualitas tulisan. Banyak sekali
kajian yang menunjukkan bahwa meningkatnya kuantitas tulisan tidak mempengaruhi
kualitas tulisan. Nah, tentang gaya tulisan berasal dari membaca bukan dari
menulis, sejalan dengan yang diketahui tentang kemahiran berbahasa: Kemahiran
berbahasa diperoleh melalui masukan (input), bukan keluaran (output), dari
pemahaman, bukan hasil. Dengan demikian, jika Anda menulis satu halaman sehari,
gaya tulisan Anda tidak akan meningkat. Akan tetapi, hal baik lain bisa
dihasilkan dari tulisan Anda, sebagaimana yang akan kita lihat dalam pembahasan
berikut.
Beberapa Pendapat
Mengenai Hubungan Membaca dengan Menulis
Berikut ini adalah beberapa pendapat orang-orang yang sering
menulis di blog mengenai hubungan membaca dengan menulis.
Apabila banyak membaca maka kalau kita membuat suatu tulisan
maka akan dengan mudah untuk mengembangkan suatu tulisan. menulis suatu tulisan
lebih baiknya diawali dengan membaca terlebih dahulu. (Hakim, 2008).
Semakin banyak membaca semakin lancar pula menulis. (Nita,
2008).
Membaca akan menjadikan kita punya bahan untuk nulis. (Sholeh,
2008) .
Harus seimbang antara membaca dan menulis, artinya, kita jangan
hanya membaca saja tapi juga sebaiknya menghasilkan sebuah karya dalam bentuk
tulisan. (Finazli, 2008)
Jika anda ingin menjadi penulis–atau setidaknya mampu menulis
dengan baik dan kreatif–yang harus Anda lakukan hanyalah dua hal : banyak
membaca dan banyak menulis. Tak ada yang lain. (Irfani, 2008)
4. Hubungan
Menulis dengan Berbicara
Berbicara dan menulis merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif.
Berbicara merupakan kegiatan ragam lisan, sedangkan menulis merupakan kegiatan
berbahasa ragam tulis. Menulis pada umumnya merupakan kegiatan berbahasa tak
langsung, sedangkan berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat
langsung.
Berbicara
pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi yang dalam proses itu
terjadi pemindahan pesan dari satu pihak (komunikator) ke pihak lain
(komunikan). Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah
ke dalam symbol-simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak (Abd. Gofur, 6 :
2009)
Aspek-aspek
yang dinilai pada kegiatan berbicara terdiri atas aspek kebahasaan dan
nonkebehasaan. Aspek kebahasaan terdiri atas; ucapan atau lafal, tekanan kata,
nada dan irama, persendian, kosakata atau ungkapan, dan variasi kalimat atau
struktur kalimat. Aspek nonkebahsaan terdiri atas; kelancaran, penguasaan
materi, keberanian, keramahan, ketertiban, semangat, dan sikap.
Langkah-langkah yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang baik adalah:
1. Memilih topik, minat pembicara, kemampuan berbicara, minat pendengar,
kemampuan mendengar, waktu yang disediakan.
2. Memahami dan menguji topik, memahami pendengar, situasi, latar belakang
pendengar, tingkat kemampuan, sarana.
3. Menyusun kerangka pembicaraan, pendahuluan, isi dan penutup.
5.
Hubungan Berbicara dengan Membaca
Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi.
Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan
berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana
bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi.
Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca.
Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi yang diperolehnya. Hal
ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali
informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.
Prof. Dr. Henry Guntur
Tarigan (1994:2) menuliskan hubungan penting antara membaca dan berbicara
antara lain:
1. performasi
membaca berbeda sekali dengan kecakapan bahasa lisan.
2. kalau, pada
tahun-tahun permulaan sekolah, ujaran membentuk suatu pelajaran bagi pelajaran
membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu
meningkatkan bahasa lisan mereka, misalnya: kesadaran linguistic mereka
terhadap istilah-istilah baru, struktur kalimat yang baik dan efektif, serta
penggunaan kata-kata yang tepat.
3. kosa kata khusus
mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Andaikata muncul
kata-kata baru dalam buku bacaan/buku pegangan murid, maka sang guru hendaknya
mendiskusikannya dengan murid sehingga mereka mnemahami maknanya sebelum mereka
mulai membacanya.
Membaca artinya adalah menggerakkan dan mengaktifkan fungsi
indera informasi yang terdapat pada tubuh manusia yaitu mata dan telinga.
Desain bentuk manusia yang diciptakan oleh Tuhan, menempatkan mata dan telinga
sebagai pintu masuk informasi yang diperlukan oleh otak supaya bisa memberikan
intruksi kepada syaraf tubuh untuk menggerakkan indera yang lain.
Berbicara artinya proses dimana otak memberikan intruksi kepada
syaraf bicara untuk mengulang informasi yang telah didapat melalui mata dan
telinga agar dapat bebentuk suara dan dapat ditangkap oleh orang lain sebagai
informasi. Proses berbicara harus didahului dengan proses membaca dan ini akan
terus terjadi secara berulang-ulang.
Kemampuan dan kemauan membaca mutlak diperlukan oleh semua
individu yang memikirkan peningkatan kemampuan diri dengan terus menerus tanpa
mengenal batas waktu, baik dalam memulainya ataupun dalam mengakhirinya.
Berfikir terlambat untuk memulai belajar membaca adalah hal yang tidak
seharusnya ditanamkan pada diri sendiri karena hal itu akan menyebabkan sebuah
rasa rendah diri muncul ketika berada pada sebuah lingkungan yang dipenuhi
dengan orang-orang yang berwawasan.
Berbeda dengan membaca, kemampuan berbicara memerlukan suatu
kondisi yang sangat mendukung dalam pelaksanaannya. Untuk menunjukkan kemampuan
berbicara dan mengemukakan pendapat diperlukan latihan yang terarah serta
materi yang memadai. Kemampuan berbicara seseorang juga tidak terus menerus
digunakan dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mendapatkan
kemampuan berbicara yang memadai, umumnya seseorang harus terbiasa dahulu
dengan sebuah lingkungan yang memiliki aturan yang kuat secara hierarki.
Lingkungan tersebut dapat berupa organisasi massa atau lingkungan kerja.
Kemampuan membaca harus dijalankan terlebih dahulu sebelum
kemampuan berbicara dimiliki. Kemampuan membaca ini akan menciptakan daya pikir
yang menyukai analisa atas sebab suatu hal. Peningkatan daya pikir yang
memperkuat analisa akan membuat kemampuan berbicara jauh lebih baik meskipun
seseorang tidaklah rutin melatih kemampuan berbicaranya. Kemampuan berbicara
tidaklah selalu dijadikan indikator dari tingkat intelegensi seseorang karena
mengarang kata-kata bukanlah hal yang terlalu sulit untuk dilakukan. Sebaliknya
kemampuan membaca bisa dijadikan indikator kekuatan intelegensi seseorang
karena melatih kemampuan membaca butuh usaha keras dan konsistensi seumur
hidup.